Selasa, 10 Mei 2011

Web DPR RI yang seratus miliar, g jauhbeda sama buatan mahasiswa Informatika.



JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti dari Indonesia Budget Centre, Roy Salam, menyampaikan, DPR berkewajiban memublikasikan setiap kegiatan yang dilakukan atau produk yang mereka hasilkan melalui teknologi informasi yang dapat diakses setiap orang. Namun, menurut dia, para anggota Dewan kurang memanfaatkan teknologi yang mereka miliki. Padahal, biaya yang dikeluarkan untuk membangun infrastruktur teknologi informasi bagi DPR itu, kata Roy, tidak sedikit.

<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>

"Sebetulnya, DPR banyak yang sudah ada di dalam terkait daya dukung untuk memperkuat data dan informasi. Hanya saja tidak terkoordinasi dengan baik," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (8/5/2011).

Dalam jumpa pers itu, hadir pula Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri dan peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan.

Menurut Roy, berdasarkan DIPA Setjen DPR 2010, biaya pemeliharaan jaringan sistem informasi website resmi DPR, yakni www.dpr.go.id, pada 2010 berkisar Rp 9,75 miliar, yang terdiri dari biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun dan biaya pemeliharaan situs www.dpr.go.id senilai Rp 1,3 miliar.

"Kemudian, ada program untuk pengembangan sistem informasi dengan budget Rp 9,3 miliar pada 2010 dan Rp 12 miliar pada 2009," katanya.

Sayangnya, website resmi DPR yang menelan biaya cukup besar itu, lanjutnya, tidak dimanfaatkan dengan baik. Contohnya, situs itu tidak digunakan untuk memublikasikan hasil studi banding DPR ke luar negeri selama 2009-2014. Situs www.dpr.go.id juga tidak menyediakan fitur tersendiri yang menempatkan laporan kunjungan ke luar negeri.

"Laporan studi banding BURT ke Maroko, Jerman, Perancis, studi banding Panja RUU Kepramukaan ke Korsel, Jepang, dan Afrika Selatan, studi banding Badan Kehormatan ke Yunani adalah contoh laporan yang hingga saat ini belum dipublikasikan melalui situas dpr.go.id," ujarnya.

Roy juga menilai, DPR telah melakukan pemborosan dengan tidak memanfaatkan secara maksimal teknologi yang sudah mereka miliki. Apalagi, biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur itu tidak murah. Contoh lain kurangnya pemanfaatan teknologi oleh DPR, kata Roy, adalah terkait penggunaan perpustakaan DPR. Sedianya, perpustakaan tersebut dapat menjadi sarana mencari informasi terkait rancangan undang-undang yang tengah dibahas. Namun, DPR seolah lebih senang melakukan kunjungan kerja ke luar negeri ketimbang mencari informasi dari perpustakaan.

"Biaya untuk pembayaran provider website informasi perpustakaan per tahun pada 2010 sebesar Rp 660 juta atau Rp 55 juta per bulan. Promosi perpustakaan per tahun sebesar Rp 192 juta atau Rp 16 juta per bulan," katanya.

Komentar dari anak2 kaskus:

entah mungkin karena kaskuser pada tumpah ruah mengunjungi dpr.go.id atau karena emang server dpr.go.id nya yang kacangan. jam 14:00 WIB website ini tak bisa lagi dikunjungi. Kalau ini terjadi karena OVERLOAD BANDWIDTH.. maka sungguh disayangkan sebuah website PERWAKILAN RAKYAT yang katanya mewakili ratusan juta jiwa rakyat indonesia itu harus K.O saat dikunjungi ribuan orang saja!!!!

kalau menurut hitung - hitungan saya nih kalau mau hemat :

- desain web nya itu gak lebih dari Rp. 10.000.000
- server dibagi 2. pertama server public untuk isi berita - berita doang. letakin di softlayer atau the planet di USA colocation cuma Rp. 5 jutaan per bulan. server kedua server private untuk email dan informasi - informasi penting negara. servernya di letakin di dpr dan dikelola oleh tim security yang handal. server untuk ini paling banter 200 juta udah cukup.
- untuk bandwidth pakai aja BIZNET 4G palingan 10 juta sebulan
- staff untuk EDP buat entry berita cukuplah 3 orang masing - masing untuk kelola beberapa segmen berita. Gaji masing2 x Rp. 5 juta. = Rp. 15 juta/bln
- Tim Network Operating Control ambil 2 orang aja yang gaji Rp. 15 juta = Rp. 30 juta/bln

total biaya perbulan palingan Rp. 70 jutaan x 12 baru 800 an juta setahun.
plus biaya maintenis dan biaya tak terduga lain nya 500 juta per tahun cukup lah.

Jadi totalnya biaya mengelola website dpr itu seharusnya cuma 1.3 milliar doang. pertahun ! bukannya :

- biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun
- biaya pemeliharaan situs senilai Rp 1,3 miliar.

Total Rp. 10.1 milliar.

Ini sih pemborosan gila - gilaan

Tidak ada komentar: