Kamis, 05 April 2012

Kisah pohon apple "Story of an apple tree"


Kisah Sebuah Pohon Apel
Suatu ketika, hiduplah sebuah pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.

"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.

"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.

"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"

"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.

"Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

"Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel.

"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang ," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."

"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita.

Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.




Story of An Apple Tree
Once, there lived a large apple tree and a boy who likes to play around under the apple tree every day.

He was happy to climb up to the tops of trees, eating fruit, napping in the shade of the shade leaves. The boy was very fond of the apple tree. Similarly, the tree loves the boy.

Time went by. The boy has now grown up and no longer played around with the apple tree every day.

One day he went to the apple tree. Her face was sad.

"Come over here and play with me," pleaded the apple tree.

"I'm not a kid playing with the tree again," replied the boy. "I want toys, but I had no money to buy it."

The tree replied, "Sorry, but I did not have money ... but you should take all of my apple fruit and sell it. You can get the money to buy toys kegemaranmu."

The boy was very happy. He grabbed all the apples on the tree and left happily. However, after the boy never came back. The tree was sad again.

One day the boy returned again. The tree was so excited. "Come play with me anymore," the tree said.

"I have no time," replied the boy. "I have to work for my family. We need a house for shelter. Will you help me?"

"Sorry, but I did not have a house. But you can cut all the branches rantingku to build your house," the tree said.

Then the boy cut all the branches and twigs of the apple tree and left happily. The tree was also happy to see the boy happy, but the boy never came back again. The tree was again lonely and sad.

One summer, the boy returned again. The tree felt very welcomed him joyfully. "Come and play with me," the tree said.

"I'm sad," said the boy. "I am old and want to live in peace. I want to go on vacation and sailing. Will you give me a boat for a cruise?"

"Sorry, but I do not have a boat, but you can cut the trunk of my body and use it to make a boat that you want. Go sailing and have fun."

Later, the boy cut the tree trunk and make the dream ship. He went sailing and never again came to the apple tree.

Finally, the boy returned again after all these years later.

"I'm sorry my son," said the apple tree. "I do not have more apples for you." "Never mind. I've never had any teeth to bite apelmu fruit," the boy said.

"I do not have trunks and branches that you can climb," the tree said.

"Now, I'm too old for that," replied the boy.

"I really do not have anything else can I give to you. What was left was that my roots are old and dying," the tree said with tears.

"I do not need anything else right now," said the boy. "I just need a place to rest. I was very tired after all these years."

"Oooh, very good. Do you know, the roots of old trees is the best place to lie down and rest. Come, let us lay in the arms of my roots and rest in peace."

The boy was lying in the arms of the tree roots.

The tree was glad and smiled with tears in his eyes.

The tree is our parent.

When we are young, we loved to play around with the father and mother. When we grow up, we left them, and only come when we need something or in trouble. No matter what, our parents will always be there to give what they can to make you happy. You might think that the boy had been acting very rough on it, but that's how we treat our parents.

And, above all: to love our parents.
Tell your parents we are now, how much we loved him, and grateful for all that life has been and will be handed to us.

Tidak ada komentar: